Monday, May 4, 2009

Value Engineering

Rencana kerja VE (VE job plan) merupakan tahapan yang saling berkaitan untuk mendapatkan suatu sistem yang terbaik dalam melakukan metode VE. Pada umumnya terdapat 5 tahap rencana kerja dalam VE, yaitu:

1. Tahap Informasi (Information phase)

Tahap informasi merupakan tahap pengumpulan data proyek yang akan dilakukan VE, seperti gambar sipil, gambar arsitek, site plan, data-data perencanaan, time schedule, dll.

2. Tahap Kreatif (Creative phase)

Tahap kreatif bertujuan untuk mendorong orang agar berpikir secara mendalam (pada saat brainstorming) sehingga dapat menemukan alternatif-alternatif baru untuk memenuhi fungsi utama.

3. Tahap Penilaian (Judgment phase)

Tahap penilaian disebut juga tahap evaluasi dan investigasi. Tim bertujuan untuk menguji dan mengembangkan setiap alternatif pilihan yang ada sehingga menemukan alternatif dengan nilai terendah.

4. Tahap Pengembangan (Development phase)

Pada tahap ini alternatif-alternatif yang telah ditemukan dianalisis, kemudian dievaluasi kembali untuk kemungkinan pelaksanaan berdasarkan faktor ekonomis dan teknis.

5. Tahap Presentasi (Presentation phase)

Pada tahap ini tim VE melaporkan / mempresentasikan hasil yang didapat kepada owner dengan konsultan / kontraktor pendampingnya.  

Sunday, May 3, 2009

Detail Rencana Mutu Kontrak

Menyusun dan Menetapkan Sasaran Mutu dalam RMP dan RMK

Dalam penyusunan Rencana Mutu baik RMP maupun RMK diwajibkan untuk mencantumkan Sasaran Mutu yang ditetapkan oleh Pimpinan, yaitu Kepala Satuan Kerja dari Pengguna Jasa untuk membuat RMP atau Penaggung Jawab Badan Usaha Penyedia Jasa dalam menyusun RMK nya. Sasaran mutu merupakan persyaratan yang sifatnya sangat strategis untuk menilai kinerja sistem manajemen mutu penyelenggaraan proyek. Semua pihak yang terkait, baik Pimpinan atasan Ka Satker maupun Direksi atasan Penanggung Jawab Penyedia Jasa akan mudah mengukur dan memonitor kinerja proyek sejauh apa pencapaian mutunya, sehingga dimungkinkan untuk segera mengambil tindakan yang efektif menuju perbaikan yang berkelanjutan. 
Sasaran mutu merupakan suatu pernyataan yang harus ditetapkan dalam Rencana Mutu Proyek (RMP) maupun Rencana Mutu Kontrak (RMK) sebagai suatu bentuk komitmen pencapaian kinerja yang terukur dalam penerapan sistem manajemen mutu.
Upaya pencapaian sasaran mutu dalam pelaksanaan proyek dimaksudkan sebagai salah satu sarana kepemimpinan dan keterlibatan semua pihak terkait dalam rangka meningkatkan kinerja penerapan sistem manajemen mutu secara konsisten dan berkesinambungan. Sasaran mutu tersebut harus dicantumkan dalam dokumen RMP maupun RMK sebagai upaya untuk mengkomunikasikan kepada setiap personil yang terlbat dalam pelaksanaan proyek, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam keterlibatannya untuk mencapai jaminan mutu tersebut dalam pelaksanaan proyek.
Secara umum sasaran mutu harus dinyatakan dalam dalam bentuk target- target yang direncanakan bagi pelaksanaan proyek, terutama yang terkait dengan kendala keterbatasan Biaya, Mutu dan Waktu (BMW) pelaksanaan proyek. Agar ketiga unsur BMW tersebut dapat dicapai sesuai kebutuhannya. 
Adapun kriteria bagi penetapan sasaran mutu adalah kegiatan apa saja yang dapat diukur atau dapat dijadikan terukur terkait dengan sistem manajemen mutu, misalnya : perolehan laba, target pemasaran, target pelaksanaan pelatihan, target perolehan omzet, efisiensi kinerja, tingkat kedisiplinan pegawai dan sebagainya.
Contoh-contoh penetapan sasaran mutu proyek:
- target waktu pelaksanaan (jangka waktu sesuai kontrak, contoh : 200 hari kerja, 365 hari kalender dst).
- target pencapaian efisiensi biaya (contoh : efisiensi biaya langsung proyek < 20 % dari nilai kontrak dst.).
- target pencapaian efisiensi material (contoh : material terpasang > 93 % jumlah material yang datang).
- Target jumlah komplain temuan mutu produk ( contoh : temuan produk cacat < 6 temuan selama pelaksanaan proyek) 
- Menurunkan tingkat kesalahan pekerjaan dari lima kali dalam sebulan menjadi hanya maksimum satu kali dalam sebulan.
- Meningkatkan tingkat kedisiplinan kehadiran pegawai dari 40 % hingga 10 %.
- Meningkatkan keuntungan perusahaan dari 50 milyar rupiah pada tahun 2006 menjadi 80 milyar rupiah pada tahun 2007, dan lain sebagainya
Dapat juga menggunakan unsur-unsur efisiensi dari kendala keterbatasan antara biaya, mutu (spesifikasi produk) dan waktu, disamping itu boleh menggunakan unsur-unsur pencapaian kinerja proyek lainnya, apabila dipandang diperlukan target yang lebih spesifik.
Sasaran mutu sebaiknya dibuat secara sistematis, mudah dipantau, sehingga apabila di suatu saat terjadi perubahan program atau kontrak karena suatu kondisi tertentu dalam pelaksanaan proyek, maka RMK atau RMP harus dikaji ulang dan direvisi, dan ditetapkan sasaran mutu yang baru atau diperbaiki.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat sasaran mutu harus memenuhi persyaratan dalam peristilahan kata : “ SMART “ yang selanjutnya diuraikan sebagai berikut :
Simple, yaitu sederhana dan mudah untuk dimengerti.
Measureable, yaitu dapat diukur pencapaiannya.
Applicable, yaitu dapat diaplikasikan sesuai dengan kemampuan yang ada.
Reasonable, yaitu memiliki alasan yang jelas bagaimana sasaran tersebut digunakan dan diterapkan.
Timely, yaitu waktu pencapaiannya jelas, ada batas waktu yang ditentukan.
Disamping faktor-faktor di atas yang harus diperhatikan dalam pembuatan sasaran mutu, Pimpinan hendaknya juga mempertimbangkan :
Kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang dari Satuan Kerja atau Penyedia Jasa pada pelaksanaan kegiatan yang dilayaninya,
Temuan-temuan yang relevan berdasarkan tinjauan manajemen,
Kinerja proses dan produk pada saat ini dan rencana ke depan,
Tingkat kepuasan pelanggan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya,
Hasil audit, baik audit internal maupun audit eksternal.
Tolak banding, analisis pesaing, peluang perbaikan, dan,
Sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi sasaran mutu tersebut.

Advokasi Jasa Konstruksi

Advokasi Jasa Konstruksi

Bantuan Advokasi diadakan untuk menyelesaikan sengketa yang tejadi dalam pekerjaan jasa konstruksi. Kegiatan ini di fokuskan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di luar pengadilan kecuali terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Bantuan yang diberikan berupa :
Pembinaan sistem dan tertib aturan hukum dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi
Pelayanan bantuan hukum yang bersifat terbuka untuk umum dalam bentuk konsultasi, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi serta berkoordinasi dengan para ahli hukum yang menguasai industri jasa konstruksi
Menyelenggarakan sistem informasi bantuan hukum konstruksi kepada setiap para pelaku industri jasa konstruksi.
Melakukan kerjasama periodik dengan aparat penegak hukum, pejabat publik, akademisi, pakar hukum, praktisi yang berkaitan dengan penanganan kasus-kasus konstruksi baik di pusat maupun daerah.

Hal-2 pokok yang diperlukan untuk mendukung/membuktikan/melawan suatu klaim di bidang jasa konstruksi :
Dokumen tender 
Menjaga semua dokumentasi beserta rekaman pra penandatanganan kontrak dan mampu telusur yang dimilikinya , permasalahan yang ditemui selama ini seringnya dokumen tender hilang atau tidak lengkap.
Setiap dokumen yang dimiliki harus dipastikan dan terekam kepada siapa dan kapan mendistribusikan rekamannya. Dokumen ini meliputi: dokumen permintaan penawaran, dokumen proposal penawaran jasa pelaksana (kontraktor)/ jasa perencana /pengawas (konsultan kontruksi ) dan /atau pemasok, berita acara aanwijzing dan site-visit/peninjauan lapangan. 
Dokumen Kontrak Kerja Kontruksi 
Memastikan dokumen lelang yang menjadi dokumen kontrak kerja konstruksi yang sudah di tanda tangani tersedia lengkap.
Tersedianya data tentang rekaman dokumen tersebut kepada siapa dan kapan distribusikan. 
Memastikan bahwa segala sesuatu telah tersedia dalam kontrak dan andal dan controlable pada tahap pelaksanaan. Dokumen kontrak di-review pada saat potensi sengketa teridentifikasi. 
Schedule 
Memiliki schedule awal yang controlable, memelihara up-dating nya secara reguler. 
Merekam setiap kejadian delay/keterlambatan dan penyebab beserta dampak dari keterlambatan tersebut. 
Untuk memberlakukan klaim keterlambatan / Delay Claim harus dibuktikan bahwa memang ada ketertundaan waktu yang  excusable, compensable and critical . 
Memelihara dokumen rencana schedule dan up-dated schedule secara periodik berdasarkan metoda lintasan kritis./Curva S 
Komponen utama Klaim keterlambatan / Claim Delay adalah Overhead Management Office, dikalkulasi berdasarkan pengeluaran administrasi umum pada tahun berjalan.
Gambar Rencana, Spesifikasi, Shop-drawing, permintaan informasi dan submittal 
Setiap dokumen Disain dan korespondensi terkait harus dikaji.
Perlu membuat daftar Info-Log, Shop-drawing Log, Submittal-Log, mencatat terutama tanggal terima/ respon/ komentar. 
Catatan Harian 
Memelihara Catatan Harian Proyek yang minimum berisikan antara lain cuaca setiap hari tentang pemakaian sumber daya alat, material dan tenaga kerja di lapangan, pendatangangan material kritis, kunjungan lapangan oleh pihak ke-3, penemuan-penemuan hidden side conditions, penyimpangan rencana atau konflik, pertanyaan-pertanyaan penting, setiap kejadian yang patut bagi keterlambatan / delay, perbedaan pendapat yang muncul. 
Memelihara laporan berisikan penemuan dan penyelesaian problema. 
Setiap kejadian dipastikan selalu mengedepankan fakta dari pada opini.
Korespondensi Proyek 
Selalu mengirim balasan korespondensi/ surat-menyurat.
Korespondensi disimpan secara kronologis. Bila diidentifikasi adanya perubahan, copy korespondensi terkait kasus tersebut dibuatkan folder khusus dan terpisah.
Foto dan video 
Mengambil foto dan video setiap tahapan/kejadian proyek atau setiap akhir minggu
Ini penting untuk menentukan persentase Progress/ kemajuan setiap saat pada waktu tertentu . 
Miscellaneous 
Merekam setiap pembicaraan rapat dalam Minutes of metting (MOM) dan membuat file khusus untuk itu , bila digunakan digital maka harus selalu membuat copy file dan disimpan dilain tempat .
Menetapkan pelaku-pelaku pencegahan sengketa yang disepakati dalam kondisi konrak seperti antara lain Contract-reviewer, Risk-allocator, Partnering team, DAB team. 
Menghubungi penasehat hukum/ ahli kontrak kerja konstruksi bila dianggap perlu 
Change Order Logs 
Setiap proyek pasti akan menghadapi perubahan-perubahan. Nilai perubahan 5% sampai 15% nilai kontrak awal adalah hal yang lumrah./norma.
Merekam semua Change Order dan Cost Recovery Claim.
Menyepakati semua perubahan beserta dampaknya sedini mungkin dengan menggunakan segala macam cara pencegahan sengketa 
Memelihara setiap dokumen menyangkut tambahan biaya akibat perubahan 
Financial Statement 
Melaksanakan proses pembayaran sesuai ketentuan kontrak.
Mencatat semua proses permintaan pembayaran dan realisasinya 
Membuat amendemen kontrak bila diharuskan prosedur yang berlaku, untuk perubahan nilai kontrak akibay perubahan 
Menyicil kesepakatan final account dan menyelesaikan sebelum serah terima final proyek

Sengketa dalam Penyelenggaraan Konstruksi di Indonesia

1. PENDAHULUAN

Industri konstruksi dianggap sebagai industri yang “terfragmentasi.” Dalam penyelenggaraan proyek konstruksi, fungsi-fungsi perancangan, pemasangan, dan operasional dilaksanakan secara terpisah-pisah oleh berbagai pihak yang berbeda. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan berbagai fasilitas infrastruktur yang disertai dengan kemajuan teknologi konstruksi, terdapat peningkatan potensi timbulnya perbedaan pemahaman, perselisihan pendapat, maupun pertentangan antar berbagai pihak yang terlibat dalam kontrak konstruksi. Hal ini seringkali tidak dapat dihindari namun tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Perselisihan yang timbul dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi perlu diselesaikan sejak dini secara memuaskan bagi semua pihak. Jika dibiarkan, perselisihan akan bertambah buruk menjadi persengketaan dan berakibat pada penurunan kinerja pelaksanaan konstruksi secara keseluruhan, dalam hal ini akan menimbulkan waste dan menurunkan value yang diharapkan.

2. FAKTOR PENYEBAB SENGKETA

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penyelenggaraan proyek konstruksi sangat besar kemungkinan timbulnya perselisihan/persengketaan (disputes). Mitropoulos dan Howell (2001) menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat tiga akar permasalahan penyebab persengketaan dalam penyelenggaraan proyek konstruksi yaitu:
1). Adanya faktor ketidakpastian dalam setiap proyek konstruksi
2). Masalah yang berhubungan dengan kontrak konstruksi
3) Perilaku oportunis dari para pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi.
Kondisi ideal bagi pelaksana konstruksi adalah apabila seluruh komponen kontrak konstruksi dengan pengguna jasa terinci secara jelas yang tercakup dalam surat perjanjian, syarat umum kontrak, syarat khusus kontrak, spesifikasi teknis, gambar rencana, dan daftar kuantitas (bila ada). Pelaksana konstruksi biasanya berasumsi bahwa seluruh informasi yang ada dalam kontrak sesuai dengan kondisi aktual, namun kondisi proyek yang diketahui selama masa pelaksanaan sering kali tidak sesuai dengan asumsi tersebut. Perbedaan kondisi ini dapat meningkatkan biaya pelaksanaan proyek, termasuk pembayaran kepada pelaksana konstruksi, tergantung kesepakatan yang telah diatur dalam kontrak. Perbedaan kondisi yang sering dijumpai adalah pada aspek kondisi bawah tanah.

Aspek waktu penyelesaian pekerjaan merupakan bagian penting pada suatu kontrak konstruksi, karena pengguna jasa biasanya membutuhkan bangunan konstruksi untuk keperluan tertentu pada waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Banyak hal yang dapatmempengaruhi penyelesaian pekerjaan tetap waktu, misalnya faktor cuaca. Keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan konstruksi yang disebabkan oleh kesalahan pelaksana konstruksi umumnya dapat berakibat pengenaan denda oleh pengguna jasa sesuai dengan lamanya keterlambatan dengan batas maksimal denda tertentu.
Hal lain yang seringkali menjadi penyebab sengketa adalah terjadinya kesalahan/perubahan terhadap rencana/rancangan (design) awal proyek dalam masa pelaksanaan konstruksi. Sesuai dengan karakteristik proyek konstruksi, kesalahan atau perubahan terhadap design awal terkadang tidak dapat dihindarkan walaupun proses perencanaan dan perancangan telah dilakukan secara matang. Di samping perubahan terhadap rancangan awal yang memang perlu dilakukan, pihak pengguna jasa terkadang memutuskan untuk melakukan perubahan pula sesuai dengan kebutuhan yang baru terpikirkan kemudian.
Berbagai faktor potensial penyebab perselisihan dalam penyelenggaraan proyek konstruksi tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga aspek yaitu aspek teknis/mutu, aspek waktu, dan aspek biaya seperti dijelaskan dalam Tabel 1. Faktor-faktor penyebab tersebut saling terkait, timbulnya satu faktor dapat menyebabkan timbulnya faktor lainnya.
Tabel 1. Faktor potensial penyebab persengketaan Konstruksi
Kategori aspek penyebab
Faktor-faktor penyebab
1
Aspek teknis/mutu
• faktor perubahan lingkup pekerjaan
• faktor perbedaan kondisi lapangan
• faktor kekurangan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis
• faktor keterbatasan peralatan
• faktor kurang jelas atau kurang lengkapnya gambar rencana dan/atau spesifikasi teknis.
2
Aspek waktu
• faktor penundaan waktu pelaksanaan pekerjaan
• faktor percepatan waktu penyelesaian pekerjaan
• faktor keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan
3
Aspek biaya
• faktor penambahan biaya pengadaan sumber daya proyek
• faktor penambahan biaya atas hilangnya produktivitas
• faktor penambahan biaya atas biaya overhead dan keuntungan.
Ketidakpastian sudah merupakan risiko dalam suatu proyek konstruksi, tidak semua hal secara detil dapat ditentukan dengan baik selama proses perencanaan sehingga para pihak yang terlibat harus menyelesaikannya setelah masa pelaksanaan dimulai. Penyusunan dokumen kontrak yang adil bagi semua pihak untuk mengatur hubungan seperti dalam proyek konstruksi yang memiliki sedikit banyak tingkat ketidakpastian menjadi sesuatu yang tidak mudah.

Penggunaan kontrak konstruksi yang standar belum umum dilakukan di Indonesia, apalagi untuk keperluan pengaturan hubungan yang bersifat subkontraktual. Aturan-aturan dalam kontrak yang sulit menghilangkan seluruh “celah” (gaps) seringkali diperparah dengan sifat oportunisnik dari para pelaku yaitu pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Pihak dengan posisi tawar yang lebih tinggi ini bisa dilakoni oleh pemilik, perencana, pengawas, kontraktor, subkontraktor, atau pemasok, tergantung kepada situasi yang dihadapi.
2.1. Metoda Penyelesaian Sengketa
Berbagai cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan proyek konstruksi secara umum di dunia konstruksi internasional dijelaskan oleh Hinze (2000). Di Indonesia, berdasarkan UUJK 18/1999 dan PP 29/2000, terdapat beberapa hal yang masih menyisakan pertanyaan, misalnya ada kesan tumpang tindih dalam hal istilah mediasi dan konsiliasi, serta fungsi mediator dan konsiliator. Istilah-istilah tersebut dibedakan secara tegas definisinya dalam UUJK 18/1999 dan PP 29/2000, namun sebenarnya sering merujuk kepada definisi yang sama dalam istilah yang umum dijumpai dalam penyelesaian sengketa konstruksi.
Hal lain yang agak berbeda adalah dalam hal penyelesaian yang bersifat final dan mengikat pada metoda negosiasi dan mediasi. Dalam penyelesaian sengketa konstruksi yang umum di luar negeri, keputusan hasil negosiasi dan mediasi tidak bersifat mengikat (non-binding), namun lebih berupa upaya informal pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dengan bantuan pihak ketiga yang dianggap netral dan mampu membantu menyamakan pendapat kedua belah pihak terhadap masalah yang disengketakan. Dengan demikian, diperlukannya ”sertifikasi” untuk para negosiator dan mediator dalam tata cara penyelesaian sengketa di Indonesia menjadi tidak terlalu relevan dalam proses penyelesaian sengketa konstruksi yang bersifat informal tersebut. Lebih lanjut, perbandingan antara kerangka penyelesaian sengketa secara umum dengan kerangka penyelesaian sengketa di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Dalam UUJK 18/1999, masalah Penyelesaian Sengketa diatur dalam Pasal 36, dan 37. Di sini dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak, yang dibentuk oleh Pemerintah dan/atau masyarakat jasa konstruksi.
Selanjutnya, PP 29/2000 menjelaskan masalah Penyelesaian Sengketa dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 54. Yang dimaksud dengan penyelesaian di luar pengadilan adalah: mediasi, konsiliasi, serta arbitrase (baik melalui Lembaga Arbitrase maupun Arbitrase Ad Hoc). Dalam proses mediasi dan konsiliasi, pihak-pihak yang bersengketa dibantu oleh mediator atau konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga Arbitrase dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Proses mediasi dan konsiliasi juga dapat melibatkan penilai ahli untuk memberikan pertimbangan profesional aspek tertentu sesuai kebutuhan.
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa arbitrase dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UU 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Lain halnya dengan mekanisme penyelesaian sengketa melalui mediasi dan konsiliasi yang belum diatur secara detil, mekanisme proses arbitrase telah memiliki dasar hukum yang jelas. Melalui UU 30/1999 ini, yang mencakup penyelesaian

sengketa untuk seluruh jenis perjanjian (bukan khusus untuk penyelenggaraan konstruksi), dijelaskan hal-hal mengenai arbitrase sebagai berikut: syarat-syarat, arbiter, tata cara, putusan, pelaksanaan/pembatalan putusan, biaya-biaya, dan aturan-aturan lainnya. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak (binding) yang kemudian didaftarkan ke Panitera Pengadilan Negeri. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan putusan arbitase secara sukarela, maka putusan akan dilaksanakan dengan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pihak yang dirugikan.

3. SENGKETA DALAM TAHAP PELAKSANAAN KONSTRUKSI
Soekirno dkk (2006) melakukan survei terhadap 22 perusahaan kontraktor di kota Bandung dengan pengalaman sengketa konstruksi yang terjadi pada tahap pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dalam kurun waktu Januari 2000 sampai dengan Desember 2005. Perusahaan kontraktor yang disurvey adalah perusahaan kelas Menengah dan Besar, dan mencakup perusahaan Swasta dan BUMN. Responden dianggap cukup berpengalaman dan memiliki kualitas baik dalam memberikan data berkaitan dengan alternatif penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan konstruksi. Selain itu, profil responden dapat dikatakan mewakili dan mengenal perusahaan tempat bekerja, sehingga pendataan perusahaan dapat dianggap valid.

Jenis sengketa dikelompokkan menjadi: biaya, waktu, lingkup pekerjaan, dan gabungan dari ketiganya. Hasil survey menunjukkan bahwa jenis sengketa yang paling sering terjadi adalah gabungan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (60%). Jenis sengketa ini sering terjadi saat pelaksanaan konstruksi karena sering terjadinya perubahan perubahan lingkup pekerjaan pada waktu pelaksanaan konstruksi, yang bagi penyedia jasa (kontraktor) dapat mengakibatkan adanya perubahan biaya pada pelaksanaan pekerjaan dan juga dapat berakibat adanya perubahan waktu pelaksanaan konstruksi. Dalam hal ini, batasan dana (anggaran) yang dimiliki oleh pemilik pada saat pelaksanaan konstruksi juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya sengketa.Penyebab sengketa yang sering terjadi berdasarkan hasil survei tersebut adalah kondisi eksternal (26,79%), gambar rencana (21,43%), kondisi lapangan (19,64%) dan spesifikasi teknis (16,07%). Temuan ini sejalan dengan kenyataan bahwa pada tahap pelaksanaan konstruksi bangunan gedung, kinerja kontraktor dipengaruhi oleh perubahan kondisi eksternal, seperti kebijakan pemerintah dalam ekonomi dan fiskal, serta kondisi sosial. Sebagai contoh bila terjadi lonjakan perubahan harga atau biaya baik tenaga kerja, bahan/material, peralatan dll, dapat menyebabkan tersendatnya pelaksanaan pekerjaan di lapangan karena harga kontrak awal yang diajukan oleh penyedia jasa (kontraktor) sangat jauh berbeda dengan harga pada saat pelaksanaan pekerjaan. Agar pekerjaan dapat tetap diselesaikan maka penyedia jasa (kontraktor) akan mengajukan permintaan perubahan kepada pihak pemilik baik perubahan biaya, perubahan waktu maupun gabungan antara perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa). Pada tahun 2005, kondisi ekonomi dalam negeri masih belum stabil, termasuk adanya kenaikan harga dasar bahan bakar minyak (BBM) yang signifikan, mempengaruhi harga-harga bahan dasar material untuk pekerjaan konstruksi dan menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi.
Perubahan gambar rencana sering terjadi di lapangan. Gambar rencana berbeda dengan hasil akhir pembangunan sesuai yang diinginkan oleh pihak pemilik. Pada tahap pelaksanaan pembangunan sering pihak pemilik memerintahkan perubahan-perubahan terhadap gambar rencana, yang berakibat pada klaim dari pihak penyedia jasa (kontraktor) berupa permintaan perubahan baik biaya, waktu maupun gabungan antara perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa). Penyebab sengketa lainnya yang mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan adalah kondisi lapangan (kondisi cuaca, kondisi tanah, kondisi topografi, dll), spesifikasi teknis, surat perjanjian kerjasama (kontrak), persyaratan kontrak dan administrasi kontrak.
Pada survey yang sama, juga didiskusikan mengenai cara penyelesaian sengketanya. Jenis penyelesaian sengketa yang sering digunakan dalam sengketa pada tahap pelaksanan pekerjaan konstruksi adalah negosiasi yaitu sekitar 90%. Hal ini dikarenakan jenis penyelesaian negosiasi lebih mudah dan dianggap tidak akan mengganggu jalannya pelaksanaan pekerjaan dan hasil penyelesaian sengketa dapat memuaskan semua pihak yang terlibat dalam kontrak.
Suatu kecenderungan terlihat dari hasil survei ini, bahwa karena kebanyakan proyek yang dikerjakan adalah proyek pemerintah dan dikerjakan oleh perusahaan kualifikasi menengah, maka sengketa yang terjadi sebaiknya diselesaikan dengan jalan negosiasi antar pihak saja. Hal ini sangat terkait dengan kekhawatiran dari pihak kontraktor jika sengketa akan menyebabkan kehilangan pekerjaan yang bersangkutan, karena untuk mendapatkan proyek tersebut relatif sulit. Dengan demikian, bila terjadi sengketa maka perusahaan kontraktor berusaha menyelesaikan dengan negosiasi agar hubungan baik dapat tetap terjaga dan berusaha sebisa mungkin menghindari konflik dengan pihak pemilik. Lembaga arbitrase (BANI, Arbitrase Adhoc) digunakan bila jenis penyelesaian sengketa negosiasi yang telah ditempuh sebelumnya tidak dapat menghasilkan keputusan yang dapat memuaskan semua pihak.
4. PENGEMBANGAN SISTEM ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Sistem alternatif penyelesaian sengketa (APS) dalam penyelenggaraan jasa konstruksi perlu dikembangkan untuk menunjang industri konstruksi yang sehat. Usulan Sistem APS (Soekirno dkk, 2005) mencakup keberadaan Lembaga Arbitrase dan APS, serta suatu pusat informasi dan kajian yang dinamakan PIK-APS (Pusat Informasi dan Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa). Hubungan antar pihak yang terlibat dalam Sistem APS yang diusulakn tersebut mencakup peran Lembaga Arbitrase yang kini telah terbentuk yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) dan BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) dengan tidak menutup kemungkinan terbentuknya lembaga-lembaga yang lain dalam bidang arbitrase maupun APS.
Organisasi PIK-APS secara struktural sebaiknya berada dalam Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD), yang anggotanya terdiri dari unsur-unsur perguruan tinggi, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, dan lembaga swadaya masyarakat. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mencari layanan bantuan APS ke salah satu lembaga arbitrase dan APS yang ada. Pihak Perguruan Tinggi dapat berperan baik sebagai penilai ahli, maupun sebagai peneliti pada PIK-APS.

Keberadaan suatu pusat kajian dan informasi sangat diperlukan, dengan demikian perlu dibentuk dengan tujuan: 1). Tersedianya infrastruktur yang baik dan pemahaman yang sama dalam hal penggunaan arbitrase dan APS di industrik konstruksi; 2). Terciptanya lingkungan yang kondusif untuk terbentuknya lembaga arbitrase dan APS di industri konstruksi; 3). Menghindarkan terjadinya perselisihan yang dapat mengurangi nilai dari produk industri konstruksi. Dalam hal ini, fungsi PIK-APS adalah sebagai pusat informasi dan kajian mengenai sistem arbitrase dan APS di bidang konstruksi, dan sebagai alat operasional LPJKD Jawa Barat dalam melaksanakan AD/ART khususnya dalam hal mendorong dan meningkatkan peran arbitrase dan APS.
Misi PIK-APS adalah mencakup: 1). Mempromosikan alternatif penyelesaian sengketa di konstruksi; 2). Menyediakan informasi mengenai prosedur dan proses standard dalam melaksanakan APS; 3). Menyediakan informasi tentang Tenaga Ahli, Mediator, dan Konsiliator yang ada; 4). Membantu pihak yang tersangkut sengketa untuk memilih APS yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan; 5). Melakukan penelitian tentang sengketa, usaha-usaha pencegahan dan APS di konstruksi untuk memperbaiki proses dan prosedur standard yang ada; 6). Mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dengan APS. Dengan demikian, PIK-APS akan membantu semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan konstruksi, termasuk lembaga-lembaga arbitrase dan APS.
PIK-APS yang merupakan usaha pengabdian kepada masyarakat Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, ITB, bekerja sama dengan LPJKD Jawa Barat, akan mendapatkan manfaat dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap jenis sengketa, sebab sengketa serta preferensi praktisi konstruksi di Kota Bandung. Hal ini akan terkait dengan sistem APS yang akan dikembangkan agar bermanfaat. Sehubungan dengan hal tersebut, PIK-APS dan LPJKD Jawa Barat disarankan lebih memfokuskan kepada masalah negosiasi dan upaya-upaya pencegahan terjadinya sengketa konstruksi, berupa sosialisasi serta kajian pengembangan standar kontrak, sistem partnering, serta panduan/standar proses pencegahan dan penyelesaian sengketa, dalam pengembangan alternatif penyelesaian sengketa di konstruksi wilayah Jawa Barat. Penelitian-penelitian seperti yang disampaikan dalam makalah ini tentunya harus selalu dilakukan oleh PIK-APS untuk updating yang terjadi di lapangan dan digunakan untuk memperbaiki sistem APS yang telah dikembangkan.






Alamat asosiasi

ASOSIASI BADAN USAHA

1 GAPENSI 

(Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) Jl. Raya Ragunan No. C1, Jati Padang, Pasar Minggu
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-78847247
Fax : +62-21-7806119
Email : bpp@gapensi.or.id
2GAPENRI 
(Gabungan Perusahaan Nasional Rancang Bangun Indonesia) Perkantoran Fatmawati Mas, Blok I No. 113, Lt. II, Jl. RS Fatmawati No. 20
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7654908, +62-21-7699760
Fax : +62-21-7659408, +62-21-7699760
Email : 
3GABPEKNAS 
(Gabungan Perusahaan Kontraktor Nasional) Jalan Raden Saleh Nomor 28
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-3900326/3921346
Fax : +62-21-3900326
Email : admin@gabpeknas.org
4AKI 
(Asosiasi Kontraktor Indonesia) Wijaya Graha Puri Blok D-1, Jl. Darmawangsa Raya No. 2
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7200794
Fax : +62-21-7206805
Email : 
5AKAINDO 
(Asosiasi Kontraktor Air Indonesia) Komplek Ruko Perkantoran Jl. Raden Saleh Raya No.18L
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-3162871
Fax : +62-21-3162873
Email : 
6AKLI 
(Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia) Komp. Perkantoran Kebayoran Indah Blok B No.3, Jl. Cileduk Raya No. 10
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7268491
Fax : +62-21-7230329
Email : 
7INKINDO 
(Ikatan Nasional Konsultan Indonesia) Jl. Bendungan Hilir Raya No. 29
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-5738577
Fax : +62-21-5733474
Email : 
8AABI 
(Asosiasi Aspal Beton Indonesia) Puri Sentra Niaga kalimalang Blok B No. 38, Jl. Raya Kalimalang
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-8626522
Fax : +62-21-8631840
Email : dpp@aabi.or.id
9APPAKSI 
(Asosiasi Perusahaan Pengelola Alat Berat/Alat Konstruksi Indonesia) Jl. K.H. Hasyim Ashari No. 33/D
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-6323672
Fax : +62-21-6311975
Email : 
10APSPI 
(Asosiasi Perusahaan Survey dan Pemetaan Indonesia) Sekretariat: Terusan Jakarta No. 281, Ketua: Jl. Cikadung Raya Timur No. 91A
Kota Bandung
Telp : +62-22-7270524, +62-21-5604361
Fax : +62-22-7270524, +62-21-5672734
Email : 
11 APBI 
(Asosiasi Perawatan Bangunan Indonesia) Jl. Raya Kebayoran Lama No. 9D
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-5346418, +62-21-5346475
Fax : +62-21-5349376
Email : 
12 APNATEL 
(Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi) Wisma Eresha, Jl.H.Samali No.51, Kalibata, Jakarta Selatan, 12740
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7974727
Fax : +62-21-7974727
Email : 
13 ASPEKINDO 
(Asosiasi Pengusaha Konstruksi Nasional Indonesia) Jl. Utan Kayu No. 48
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-8574444
Fax : +62-21-85912309
Email : dpn@aspekindo.org
14 AKSI 
(Asosiasi Kontraktor Konstruksi Indonesia) Gedung UNAS Blok E Lantai I Jl. Kalileo 17-19 Senen
Kota Jakarta Pusat
Telp : 021-4223928
Fax : 021-4223928
Email : aksi@aksionline.org
15 GAPEKSINDO 
(Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) Jl. Tebet Barat I Perkantoran Tebet Mas Indah No.2
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-83794129
Fax : +62-21-83794128
Email : bsapgps@indosat.net.id
16 ASKUMINDO 
(Asosiasi Kontraktor Umum Indonesia) Jl. Mayjen Sutoyo Kav.22 Suite 705. FL7
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-8011370 ext.1705
Fax : +62-21-8011365
Email : 
17 AKSDAI 
(Asosiasi Kontraktor Sumber Daya Air Indonesia) Jl. PAM Baru I No. 4, Pejompongan
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-5703305
Fax : +62-21-5703305
Email : aksdai_pusat@indo.net.id
18 AKMI 
(Asosiasi Kontraktor Mekanikal Indonesia) Wisma Tugu 2 lt. 8, Jl. H. R. Rasuna Said Kav. C7-9, Kuningan
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-5221022
Fax : +62-21-5221024
Email : akji_pusat@cbn.net.id
19 AKJI 
(Asosiasi Kontraktor Jalan dan Jembatan Indonesia) Jl. M. T. Haryono Kav. 52-53, Gedung Pusdiklat Depkop
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7919120
Fax : +62-21-7991690
Email : akji_pusat@indo.net.id
20 AKGEPI 
(Asosiasi Kontraktor Gedung dan Pemukiman Indonesia) Jl. Prof. DR. Latumeten, Perkantoran Kota Grogol Blok C No. 22
Kota Jakarta Barat
Telp : +62-21-5600701
Fax : +62-21-5686236
Email : akgepi_pusat@indo.net.id
21 AKTALI 
(Asosiasi Kontraktor Tata Lingkungan Indonesia) Jl. M. T. Haryono Kav. 52-53, Ruang 08-09 F, Gd. Pusdiklat Depkop & UKM
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7919120
Fax : +62-21-7911690
Email : aktali_pusat@indo.net.id
22 ASPEKNAS 
(Asosiasi Pelaksana Konstruksi Nasional) Jl. Kebun Jeruk VI No. 24A
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-6253070
Fax : +62-21-6240668
Email : dpp_aspeknas@yahoo.com
23 APKOMATEK 
(Asosiasi Perusahaan Kontraktor Mekanikal dan Elektrikal Indonesia) GEDUNG UNAS ( GALILEO ). JL.KALILEO NO.17-19, BLOK F. LANTAI 1 ,SENEN
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-3802275
Fax : +62-21-3802275
Email : apkomatek@telkom.net
24 ASPERTANAS 
(Asosiasi Perusahaan Kontraktor Pertamanan Nasional) Jl. Perintis Kemerdekaan Komp. Perkantoran Pulomas Blok. V No.5
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-47862232
Fax : +62-21-4711599
Email : dppaspertanas@yahoo.com
25 APPATINDO 
(Asosiasi Perusahaan Pengeboran Air Tanah Indonesia) Jl.Bungur besar raya Blok. B3 No.83 Gunung Sahari, Kemayoran, Jakpus-10620
Kota Jakarta Barat
Telp : +62-21-4262278,70901153
Fax : +62-21-4262278
Email : -
26 GAPEKNAS 
(Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional Indonesia) Jl. Pemuda komplek Ruko Graha Mas Blok AD No.21, Rawamangun Jakarta Timur
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-4717098
Fax : +62-21-4717099
Email : dpp@gapeknas.com
 
27 GAPKAINDO 
(Gabungan Perusahaan Kontraktor Air Indonesia) Komplek Ruko Mega Grosir, Cempaka Mas Blok I No.39, Jl.Letjend Suprapto 10640

Telp : +62-21-42900021,42900022
Fax : +62-21-42900022
Email : 
28 GAKINDO 
(Gabungan Kontraktor Indonesia) Jl. Raya Buaran Blok A No.84 Duren Sawit
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-8621901
Fax : +62-21-8621902
Email : 
29 AKSINDO 
(Asosiasi Kontraktor Konstruksi Indonesia) Jl. Kyai Tapa No.300, Jakarta 11440

Telp : 56961245
Fax : (021) 5660326
Email : bpn_aksindo@yahoo.com
30 ASKONI 
(Asosiasi Konsultan Nasional Indonesia) Jl. Pemuda komplek Ruko Graha Mas Blok AD No.22, Rawamangun, Jakarta Timur
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-4717099
Fax : +62-21-4717099
Email : 
31 AKLANI 
(Asosiasi Kontraktor Landscape Indonesia) Jl. Gunung Sahari III/14A Jakarta 10610

Telp : +62-21-4219042
Fax : +62-21-4219043
Email : 
32 APAKSINDO 
(Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Komplek Ruko Mutiara Faza, Jl.Raya Condet No.27, Kav RC No.1
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-87780397
Fax : +62-21-87780397
Email : 
33 GAPKINDO 
(Gabungan Pengusaha Kontraktor Indonesia) Jl. Letjen Soeprapto No.5043, Jakarta Pusat
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-4249293
Fax : +62-21-4205800
Email : 
34 ASKINDO 
(Asosiasi Kontraktor Seluruh Indonesia) Plaza Bisnis Kemang Faza, Jl. Raya Condet No.27, Kav RC No.1
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-79193542
Fax : +62-21-79193543
Email : 
35 AKBARINDO 
(Asosiasi Kontraktor Bangunan Air Indonesia) Jl. Otista Raya No.125/127, Jakarta Timur
Kota Jakarta Timur
Telp : 021-70931019
Fax : 
Email : 
36 PERKINDO 
(PERSATUAN KONSULTAN INDONESIA) Jl. Raya Pasar Minggu No.16 A/H 
Kota Jakarta Selatan
Telp : 021-7982769, 7944490
Fax : 021-7944490
Email : dpp_perkindo@yahoo.co.id
37 AKLINDO 
(Asosiasi Kontraktor Ketenagalistrikan Indonesia) NARIBA PLAZA SUITE H8 Jl. Mampang Prapatan Raya No.39
Kota Jakarta Selatan
Telp : 021-7986039
Fax : 021-79193602

Email : pusat@aklindo.org, aklindo_pusat@yahoo.com

ASOSIASI PROFESI

1 (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia) Jl. Tebet Barat Dalam X No.5
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-8298518,
Fax : 
Email : haki@cbn.net.id
2 HPJI 
(Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia) Graha Iskandarsyah, Lt IV Jl.Iskandarsyah Raya No. 66 C, Kebayoran Baru
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7251864
Fax : 
Email : hpji@pu.go.id
3 IAI 
(Ikatan Arsitek Indonesia) Gedung Jakarta Design Centre Lt.6 Jl. Gatot Subroto Kav.53
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-5304715
Fax : 
Email : iai@ub.net.id
4 APEI 
(Asosiasi Profesionalis Elektrikal Indonesia) Jl. Matraman Raya No. 113 Palmeriam
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-85907732, 8597739
Fax : 
Email : pp-apei@rad.net.id
5 PII 
(Persatuan Insinyur Indonesia) Jl. Halimun No.39 Guntur, Manggarai
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-8352180
Fax : 
Email : info@pii.or.id
6 HTII 
(Himpunan Ahli Teknik Iluminasi Indonesia) Gedung Jakarta Design Centre Lt.7 Jl. Gatot Subroto Kav.53
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-5495169
Fax : 
Email : htii@cbn.net.id
7 HATTI 
(Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia) Gedung Al Devco Oktagon Lt. Dasar Jl. Warung Jati Barat Raya 75
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7974795
Fax : 
Email : hatti@indosat.net.id
8 IAMPI 
(Ikatan Ahli Manajemen Proyek Indonesia) d.a. P.T. Prosys Bangun PersadaJl. M.T. Haryono Kav.33
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7659229,
Fax : 
Email : sekretariat@iampi.org
9 HATHI 
(Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia) Gedung VI Direktorat SDAJl. Pattimura No.20
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-72792263
Fax : 
Email : hathi@pu.go.id
10  IAP 
(Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia) Jl. Tambak No.21Pegangsaan
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-3905067
Fax : 
Email : 
11  IALI 
(Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia) Gedung JDC Lt.7, Jl.Gatot Subroto Kav.53
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-5720404
Fax : 
Email : 
12 KNIBB 
(Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar) Jl. H. Agus Salim No.69
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-331606
Fax : 
Email : 
13 HAEI 
(Himpunan Ahli Elektro Indonesia) Jl. Bendungan Hilir No. 144
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-5720830
Fax : 
Email : haei_pusat@cbn.net.id
14  HDII 
(Himpunan Desain Interior Indonesia) Gedung Jakarta Design Centre Lt.7Jl. Gatot Subroto Kav.53 Jakarta
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-7260238
Fax : 
Email : hdii0183@centrin.net.id
15 PATI 
(Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia) Gedung PT Indosat lt. 25, Jl. Merdeka Barat No. 21
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-3869965
Fax : 
Email : pp_pati@hotmail.com
16 PIPI 
(Persatuan Insinyur Profesional Indonesia) Komplek GOLDEN PLAZA, Blok H no.1, Jl. RS Fatmawati No.15
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-75900927, +62-21-7511683
Fax : 
Email : kepipi@jakarta3.wasantara.net.
17 A2K4 
(Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi) Gedung STTST Lt.5 Jl.D.I. Panjaitan Kav.12-13 Cawang Jakarta Timur

Telp : +62-21-85900386
Fax : 
Email : a2k4_ina@yahoo.com
18 IATKI 
(Ikatan Ahli Teknik Ketenagalistrikan Indonesia) P.T. PLN(persero) Unit Bisnis Jabar, Cab. Bandung Jl. PHH. Mustopha No.45
Kota Bandung
Telp : +62-22-7200489
Fax : 
Email : 
19 HAMKI 
(Himpunan Ahli Manajemen Konstruksi Indonesia) Jl. Ampera III No.23
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7806162
Fax : 
Email : hamki@cbn.net.id
20 IAFBI 
(Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia) Sasendo (SWP) Building Lt2, Blok D-4 Jl. Tebet Barat IV No. 20, Jakarta
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-83784107
Fax : 
Email : bpp@iafbi.org, iafbi@commerce.net.id
21 IASMI 
(Ikatan Ahli Sistem dan Konstruksi Mekanis Indonesia) Jl. Setiabudi Tengah No.37
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-5253948
Fax : 
Email : 
22 IATPI 
(Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan Indonesia) Jl. RS Fatmawati No.53
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-75905702
Fax : 
Email : 
23 ISI 
(Ikatan Surveyor Indonesia) Kantor BAKOSURTANAL Jl. Raya Jakarta Bogor KM.46 Cibinong
Kab. Bogor
Telp : +62-21-8758061
Fax : 
Email : 
24 ISKI 
(Ikatan Surveyor Kadastral Indonesia) Jl. Buah Batu No. 128
Kota Bandung
Telp : 
Fax : 
Email : 
25 IAPPI 
(Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia) Jl. Pangeran Antasari No. 23
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7666530
Fax : 
Email : 
26 HAPBI 
(Himpunan Ahli Perawatan Bangunan) Stadion Sanggraha Pelita Jaya, Jl. Raya Jagorawi No. 1, Lebak Bulus
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7581771, +62-21-7692751
Fax : 
Email : dpphapbi@indo.net.id
27 ASTTI 
(Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia) Jl. Jakarta Komp. Kota Kembang Permai No. 22 Kav.40
Kota Bandung
Telp : +62-22-7207240 - +62-22-7207243
Fax : 
Email : astti_bdg@i-p.com, astti_bdg@plasa.com
28 ATAKI 
(Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia) Jl. Pemuda , Komplek Ruko Graha Mas Blok AD no 3, Rawangun Jakarta

Telp : +62-21-4711796
Fax : 
Email : rmhs1154@centrin.net.id
29 APKA 
(Asoiasi Profesi Perkeretaapian Indonesia) Jl Stasiun Timur No. 14, Bandung, 
Kota Bandung
Telp : 022-4222275
Fax : 
Email : 
30 IAKI 
(Ikatan Ahli Konstruksi Indonesia) Jl. Garut No. 10 Bandung
Kota Bandung
Telp : 022-7215937
Fax : 
Email : 
31 INTAKINDO 
(Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia) Jl. Pasar Minggu Raya 12A Km.17
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7918365355
Fax : 
Email : 
32 AMBI 
(Asosiasi Masyarakat Baja Indonesia) Kawasan Industri Baja Indonesia, Gd. Utama Lt. III Jl. Imam Bonjol 4, Warung Bongkok, Sukadanau
Kota Bekasi
Telp : +62-21-89838095/96 
Fax : 
Email : info@ambi-online.com
33 IAPLE-Indonesia 
(Ikatan Ahli Pesawat Lift dan Eskalator Indonesia) Jl. Paus Dalam No. 11, Rawamangun. Komplek Hubla
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-4893823
Fax : 
Email : 
34 APTA Indonesia 
(Asosiasi Profesi Tenaga Terampil dan Ahli Indonesia) Gd. Kendali Mutu - PFN R.B.2 Jl. Otto Iskandardinata No. 125-127 Polonia 
Kota Jakarta Timur
Telp : 
Fax : 
Email : sek-bpn@aptaindonesia.or.id
35 INTAK 
(Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konstruksi) Jl. Natuna No. 21 Bandung
Kota Bandung
Telp : +62-21-4236797
Fax : 
Email : intak@yahoo.co.org

ASOSIASI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

LPJK 
(Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) Jl. Iskandarsyah Raya No. 35 Jakarta

Telp : 7248924 
Fax : 7248925
Email : lpjkn@lpjk.org
2 BSK - IALI 
(Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia) Jl. Cikutra No. 171, Bandung
Kota Bandung
Telp : +62-22-7202193 
Fax : 
Email : 
3 BSK - PATI 
(BSK Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia ) Wisma Bumi Asih Jaya Lt. 1 Jl. Matraman Raya No. 165-167 Jakarta
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-2800180 
Fax : +62-21-2800180
Email : pp_pati@hotmail.com
4 BSK HAPBI 
(HIMPUNAN AHLI PERAWATAN BANGUNAN INDONESIA) Stadion Sanggraha Pelita Jaya, 
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7581771 
Fax : +62-21-7692751
Email : dpphapbi@indo.net.id 
5 BSK - ASTTI 
(BSK Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia) Jl. Jakarta Komp. Kota Kembang Permai No. 22 Kav.40

Telp : +62-22-7207240 
Fax : +62-22-7207243
Email : astti_bdg@i-p.com, astti_bdg@plasa.com
6 BSK-ATAKI 
(BSK Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia) Jl. Pemuda Komp. Ruko Graha Mas Blok A-D, Rawamangun
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-70791283 
Fax : +62-21-70986856
Email : rmhs1154@centrin.net
7 BSK PPPGT/VEDC MALANG 
(BSK Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi Vocational Education Development Center) Jl. Teluk Mandar, Arjosari, Tromol Pos 5 Malang
Kota Malang
Telp : +62-341-491239 
Fax : +62-341-491342
Email : 
8 BSK PUSDIKLATJAKON FT UNIV MALANG 
(BSK PUSDIKLATJAKON Fakultas Teknik Universitas Malang) Gedung G6 Lt. 2 Jl. Surabaya No. 6, Malang
Kota Malang
Telp : +62-341-551312 
Fax : +62-341-551912
Email : rektorat@malang.ac.id
9 BSK-PNB 
(BSK Politeknik Negeri Bali) Kampus Politeknik Negeri Bali Bukit Jimbaran, Kuta Selatan Badung-Bali, 1064 Tuban
Kab. Badung
Telp : +62-361-701981, 703215, 703212 
Fax : +62-361-701128
Email : poltek@pnb.ac.id
10 BSK-PUSLATJAKON FTSP ITS Surabaya 
(BSK Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jasa Konstruksi FTSP ITS Surabaya) Kampus ITS, Jl. Manyar No. 127 Surabaya
Kota Surabaya
Telp : +62-31-5947637 
Fax : +62-31-5938025
Email : bpsi@its.ac.id
11 BSK-BLPT Semarang 
(BSK Balai Latihan Pendidikan Tekhnik Semarang ) Jl. Brotojoyo No. 1 Semarang
Kota Semarang
Telp : +62-24-3549403 
Fax : +62-24-3568174, 3554618
Email : 
12 BSK-POLINES 
(BSK Politeknik Negeri Semarang ) Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang Semarang
Kota Semarang
Telp : +62-24-7473417 
Fax : +62-24-7472396
Email : sekretariat@polines.ac.id
13 BSK-Balai Diklat Air Bersih & PLP Wiyung Surabaya 
(BSK Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Wiyung Surabaya) Jl. Raya Menganti, Wiyung Surabaya
Kota Surabaya
Telp : +62-31-7524149 
Fax : +62-31-7525486
Email : 
14 BSK-PUSBIN KPK 
(BSK Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Dep PU ) Jl. Sapta Taruna Raya Pasar Jumat
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-7656532 
Fax : +62-21-7511847
Email : 
15 BSK-SMK PU 
(BSK SMK PU Jawa Barat Bandung) Jl. Garut No. 10, Bandung 
Kota Bandung
Telp : +62-22-7208317 
Fax : +62-22-7208317, 4711860, 7215937
Email : 
16 BSK-LP&LJK 
(BSK Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Jasa Konstruksi Semarang )  
Kota Semarang
Telp : 
Fax : 
Email : 
17 BSK-PUSJAKON Malang 
(BSK PUSJAKON Politeknik Negeri Malang )  

Telp : 
Fax : 
Email : 
18 BSK-LP2K GAMANA KRIDA BHAKTI 
(BSK Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (LP2K) GAMANA KRIDA BHAKTI) Jl. Raya Ragunan No. C-1, Jati Padang
Kota Jakarta Selatan
Telp : +62-21-78847247 
Fax : +62-21-7806119
Email : 
19 BSK-LM PATRA 
(BSK Lembaga Manajemen Patra Pontianak ) Jl. Pak Kasih No. 14-16 Pontianak Barat 
Kota Pontianak
Telp : 0561-733148 
Fax : 0561-733148
Email : 
20 BSK-Politeknik Negeri Padang 
(BSK-Politeknik Negeri Padang ) Kampus Politeknik, Limau Manis Padang 
Kota Padang
Telp : +62-751-72576 
Fax : +62-751-72576
Email : pnp@polinpdg.ac.id
21 BSK-Politeknik Negeri Pontianak 
(BSK-Politeknik Negeri Pontianak) Jl. Ahmad Yani, Pontianak 
Kota Pontianak
Telp : +62-561-768517, 736180 
Fax : +62-561-740143
Email : kampus@polnep.ac.id
22 BSK - Politeknik Negeri Medan 
(BSK - Politeknik Negeri Medan) Jl. Almamater No. 1 Kampus USU
Kota Medan
Telp : +62-61-8211235 
Fax : +62-61-8215845
Email : pudir1_polmed@yahoo.com
23 BSK - PUSDIKLAT GEOLOGI 
(BSK - PUSDIKLAT GEOLOGI Bandung) Jl. Cisitu Lama, Bandung
Kota Bandung
Telp : +62-22-2502428 
Fax : +62-22-2502428, 2506224
Email : 
24 BSK - STT Sapta Taruna 
(Badan Sertifikat Keterampilan STT Sapta Taruna ) Jl. DI Panjaitan Kav. 12 Cawang, Jakarta
Kota Jakarta Timur
Telp : +62-21-8195277, 8194644 
Fax : +62-21-8194243
Email : sttst@dnet.net.id
25 BSK-APEI 
(Asosiasi Profesionalis Elektrikal Indonesia) Jl. Gunung Sahari I/42 
Kota Jakarta Pusat
Telp : +62-21-42887941 
Fax : +62-21-42887942
Email : 
26 BSK - LPP JAKON SEMARANG 
(BSK - LPP JAKON SEMARANG) Jl. Anjasmoro Raya Blok A-1/1, Semarang, Jawa Tengah
Kota Semarang
Telp : 024-7601270 
Fax : 024-7618388
Email : gapitg@semarang.wasantara.net.id


UU Jasa Konstruksi no 18 tahun 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
 
 

  Menimbang: 
      a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;  
b. bahwa jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional;  
c. bahwa berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat;  
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, dan c diperlukan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi;  
  Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;  
Dengan Persetujuan 
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA  
MEMUTUSKAN:
  Atas
 BAB I KETENTUAN UMUM  
Pasal 1 
  Atas
 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan  
1. jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi;  
2. pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain;  
3. pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi;  
4. penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi;  
5. kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;  
6. kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa;  
7. forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa konstruksi dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri;  
8. registrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan tertentu, orang perseorangan dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat;  
9. perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain;  
10. pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain;  
11. pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.  
  Atas
 BAB II ASAS DAN TUJUAN 
Pasal 2
  Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.  
Pasal 3
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk  
• memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;  
• mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;  
• mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.  
  Atas
 BAB III USAHA JASA KONSTRUKSI  
Bagian Pertama Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha  
Pasal 4 
1. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.  
2. Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.  
3. Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.  
4. Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi.  
 Pasal 5 
1. Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha.  
2. Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil.  
3. Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku perencana konstruksi atau pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya.  
4. Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.  
Pasal 6 
Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya.  
Pasal 7 
Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
Bagian Kedua Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan  
Pasal 8 
Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus  
 a. memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi;  
 b. memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. 
 Pasal 9
1. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian.  
2. Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.  
3. Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian.  
4. Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.  
Pasal 10 
Ketentuan mengenai penyelenggaraan perizinan usaha, klasifikasi usaha, kualifikasi usaha, sertifikasi keterampilan, dan sertifikasi keahlian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
 Bagian Ketiga Tanggung Jawab Profesional  
 Pasal 11 
1. Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.  
2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.  
3. Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  
 Bagian Keempat Pengembangan Usaha  
 Pasal 12 
1. Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.  
2. Usaha perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembangkan ke arah usaha yang bersifat umum dan spesialis.  
3. Usaha pelaksanaan konstruksi dikembangkan ke arah:  
 a. usaha yang bersifat umum dan spesialis;  
 b. usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja.  
 Pasal 13
 Untuk mengembangkan usaha jasa konstruksi diperlukan dukungan dari mitra usaha melalui:  
1. perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratan dalam pendanaan,  
2. pengembangan jenis usaha pertanggungan untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan.  
  Atas
 BAB IV PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI  
 Bagian Pertama Para Pihak 
 Pasal 14 
 Para pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari:  
 a. pengguna jasa;  
 b. penyedia jasa.  
 Pasal 15 
1. Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dapat menunjuk wakil untuk melaksanakan kepentingannya dalam pekerjaan konstruksi.  
2. Pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang didukung dengan dokumen pembuktian dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank.  
3. Bukti kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diwujudkan dalam bentuk lain yang disepakati dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas, besaran biaya, dan/atau fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa.  
4. Jika pengguna jasa adalah Pemerintah, pembuktian kemampuan untuk membayar diwujudkan dalam dokumen tentang ketersediaan anggaran.  
5. Pengguna jasa harus memenuhi kelengkapan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi.  
 Pasal 16 
1. Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri dari:  
a. perencana konstruksi;  
b. pelaksana konstruksi;  
c. pengawas konstruksi.  
2. Layanan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tiap-tiap penyedia jasa secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi.  
3. Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi.  
 Bagian Kedua Pengikatan Para Pihak  
 Pasal 17 
1. Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.  
2. Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi.  
3. Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung.  
4. Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa.  
5. Pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.  
6. Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan.  
 Pasal 18 
1. Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup:  
a. menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami;  
b. menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan.  
2. Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa.  
3. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat bagi kedua pihak dan salah satu pihak tidak dapat mengubah dokumen tersebut secara sepihak sampai dengan penandatanganan kontrak kerja konstruksi.  
4. Pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti penetapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan suatu kontrak kerja konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.  
 Pasal 19 
 Jika pengguna jasa mengubah atau membatalkan penetapan tertulis, atau penyedia jasa mengundurkan diri setelah diterbitkannya penetapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, maka pihak yang mengubah atau membatalkan penetapan, atau mengundurkan diri wajib dikenai ganti rugi atau bisa dituntut secara hukum.  
 Pasal 20 
 Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi untuk mengerjakan satu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan dalam kurun waktu yang sama tanpa melalui pelelangan umum ataupun pelelangan terbatas.  
 Pasal 21 
 (1) Ketentuan mengenai pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku juga dalam pengikatan antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa.  
 (2) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, penerbitan dokumen dan penetapan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
 Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi  
 Pasal 22 
 (1) Pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi.  
 (2) Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai:  
a. para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;  
b. rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;  
c. masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;  
d. tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;  
e. hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi.  
f. cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;  
g. cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;  
h. penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;  
i. pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;  
j. keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.  
k. kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan;  
l. perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;  
m. aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan.  
 (3) Kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.  
 (4) Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.  
 (5) Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.  
 (6) Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.  
 (7) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan subpenyedia jasa.  
 (8) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hak atas kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan mengenai pemasok dan/ atau komponen bahan bangunan dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
BAB V PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI  
Pasal 23
1. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran.  
2. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.  
3. Para pihak dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan untuk menjamin berlangsungnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).  
4. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
 Pasal 24
1. Penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat menggunakan sub penyedia jasa yang mempunyai keahlian khusus sesuai dengan masing-masing tahapan pekerjaan konstruksi.  
2. Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.  
3. Penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi hak-hak subpenyedia jasa sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa.  
4. Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa.  
BAB VI KEGAGALAN BANGUNAN  
 Pasal 25
1. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.  
2. Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.  
3. Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.  
 Pasal 26 
1. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.  
2. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.  
Pasal 27 
Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi.  
Pasal 28
Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, tanggung jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 serta tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
BAB VII PERAN MASYARAKAT  
 Bagian Pertama Hak dan Kewajiban  
 Pasal 29 
 Masyarakat berhak untuk:  
 a. melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi;  
 b. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.  
Pasal 30
Masyarakat berkewajiban: a. menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi; b. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.  
 Bagian Kedua Masyarakat Jasa Konstruksi  
 Pasal 31
1. Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.  
2. Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui suatu forum jasa konstruksi.  
3. Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri.  
 Pasal 32
 (1) Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) terdiri atas unsur-unsur:  
a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi;  
b. asosiasi profesi jasa konstruksi;  
c. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi;  
d. masyarakat intelektual;  
e. organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi;  
f. instansi Pemerintah; dan  
g. unsur-unsur lain yang dianggap perlu.  
 (2) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional yang berfungsi untuk:  
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;  
b. membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional;  
c. tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat;  
d. memberi masukan kepada Pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan.  
 Pasal 33 
 (1) Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (3) beranggotakan wakil-wakil dari:  
1. a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi;  
2. b. asosiasi profesi jasa konstruksi;  
3. c. pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang jasa konstruksi; dan  
4. d. instansi Pemerintah yang terkait.  
 (2) Tugas lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:  
a. melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;  
b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi;  
c. melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja;  
d. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi;  
e. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi.  
 (3) Untuk mendukung kegiatannya, lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengusahakan perolehan dana dari masyarakat jasa konstruksi yang berkepentingan.  
 Pasal 34 
 Ketentuan mengenai forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
BAB VIII PEMBINAAN  
 Pasal 35
1. Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan.  
2. Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-undangan dan standar-standar teknis.  
3. Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi.  
4. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  
5. Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi.  
6. Sebagian tugas pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
BAB IX PENYELESAIAN SENGKETA  
 Bagian Pertama U m u m  
 Pasal 36 
1. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.  
2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.  
3. Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.  
 Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan  
 Pasal 37 
1. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan.  
2. Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.  
3. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk oleh Pemerintah dan/atau masyarakat jasa konstruksi.  
 Bagian Ketiga Gugatan Masyarakat  
 Pasal 38 
1. Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara: a. orang perseorangan; b. kelompok orang dengan pemberian kuasa; c. kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan.  
2. Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, Pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.  
Pasal 39
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu dan/atau tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata, dengan tidak menutup kemungkinan tuntutan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  
Pasal 40
Tata cara pengajuan gugatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) diajukan oleh orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan mengacu kepada Hukum Acara Perdata.  
BAB X SANKSI  
Pasal 41
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini.  
Pasal 42 
 (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa:  
 a. peringatan tertulis;  
 b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;  
 c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;  
 d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi;  
 e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi. 
 (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi; e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; f. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.  
 (3) Ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.  
 Pasal 43 
 (1) Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. (2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak. (3) Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.  
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN  
Pasal 44
 (1) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diadakan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.  
 (2) Penyedia jasa yang telah memperoleh perizinan sesuai dengan bidang usahanya dalam waktu 1 (satu) tahun menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, terhitung sejak diundangkannya.  
BAB XII KETENTUAN PENUTUP  
Pasal 45 
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang sama dan bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.  
Pasal 46 
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan.  
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.  
Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 1999  
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
Ttd.  
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE  
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 1999 
  

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA  
REPUBLIK INDONESIA  
ttd  
AKBAR TANDJUNG 
________________________________________

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 54 
Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Jasa Konstruksi tersebut di atas beserta Penjelasannya telah mendapat persetujuan dalam Rapat Paripurna Terbuka ke - 57 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 22 April 1999 untuk disahkan menjadi Undang-undang.
  Jakarta, 22 April 1999 
WAKIL KETUA 
ttd 
H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H